Disini saya akan menjelaskan secara singkat tentang peranan pers dan globalisasi. Langsung saja kita lihat apa itu pers dan globalisasi.
PERANAN PERS
DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DEMOKRASI
PENGERTIAN PERS
Dalam
kehidupan modern kebutuhanorang akan komunikasi dan informasi semakin
meningkat. Informasi dibutuhkan orang untuk memperluas wawasan dan pengetahuan,
tidak jarang informasi juga menjadi bahan pertimbangan untuk seseorang untuk
mengambil sebuah keputusan. Tidak hanya, itu pers juga dimanfaatkan untuk membentuk
opini publik atau mendesakkan kepentingan publik agar di perhatikan oleh
penguasa.
PERKEMBANGAN
KEHIDUPAN PERS DI INDONESIA
1. Pers Pada
Masa Penjajah Belanda dan Jepang
Pada
dasarnya penjajahan adalah penindasan terhadap kehidupan manusia lain. Sehingga
pada masa jajahan, enjajah berusaha menindas kehidupan pers. Pemerintah
penjajah Belanda mengetahui bahwa pers memiliki pengaruh besar untuk membentuk
opini publik. Dalam hal ini penggerakan kemerdekaan indonesia juga menjadikan
pers sebagai media menyebarluaskan gagasan kemerdekaan indonesia. Oleh sebab
itu, pemerintah penjajah memandang pelrunya membuat undang-undang untuk
membendung pengaruh pers indonesia.
Terhadap pers dikenakan Haatzai artikelen di dalam KUHP. Yaitu
pasal-pasal yang memuat ancaman hukuman terhadap siapapun yang mnyebarkan
perasaan permusuhan, kebencian serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland
dan Hindia Belanda ( pasal 154 dan 155) dan terhadap sesuatu atau sejumlah
kelompok penduduk Hindia Belanda (Pasal
156 dan 157). Dalam praktiknya,
pemerintah belanda menerapkan kontrol keras terhadap kalangan pers indonesia.
Aturan-aturan yang mengekang di berlakukan secara ketat sehingga para tokoh
pers indonesia banyak di hukum penjara atau di kenakan hukuman pembuangan.
Diantara para tokoh pers nasional yang
menjadi korban adalah S.K Trimukti yang harus di kurung sehingga harus
melahirkan di penjara.
Pada
Masa penjajahan jepang, perspun tidak lepas dari tekanan. Pers banyak dipaksa
harapan-harapan palsu akan lahirnya kemerdekaan setelah Jepang mengalahkan
Belanda. Pemerintah Jepang bahkan memanfaatkan para tokoh nasional indonesia
secara culas untuk menbujuk rakyat indonesia agar mendukung kepemimpinan Jepang
atas negara-negara Asia. Propaganda yang
mengagungkan kemenangan Jepang di sebarluaskan melalui media cetak.
Pemerintah Jepang pada saat itu bersifat fasis
memanfaatkan berbagai Instrumen untuk menegakkan kekuasaan pemerintahannya.
Sebagaiman praktik fasisme di Eropa segenap bidang kehidupan masyarakat di
kerahkan untuk kejayaan negerinya dengan menindas bangsa lain. Menghadapi
kenyataan demikian, kalangan pers indonesia banyak yang tetap berjuang
ketajaman tulisannya. Sebagian menempuh jalan lain misalkan aktif di
oraganisasi keagamaan, pendidika, politik dan lainnya.
2. Pers Masa
Revolusi
Kemerdekaan
indonesia yang diraih pada 17 Agustus 1945 membawa fajar baru bagi pers di
indonesia. Informasi proklamasi Indonesia dapat diketahui di berbagai daerah
karena jasa pers indonesia yang telah menyebarluaskan berita tersebut. Setelah
berperan dalam pengembangan kesadaran nasional, kali ini pers menunjukan
tanggung jawab sosialnya sebagai bagian suatu negara baru yang berdaulat. Pada
masa itu pers di sebut pers perjuangan.
Hubungan
antara pemerintah Indonesia terjalin baik hal ini tidak lepas dari kerja keras
dan perjuangan saling bahu membahu dalam memperjuangkan kmerdekaan indonesia.
Pemerintah memberi bantuan dana
terhadap pers sementara pers sendiri aktif menyuarakan langkah-langkah
pemerintah untuk membentuk lembaga maupun pengaturan baru sebagai perlengkapan
bagi suatu negara. Namun, saat pers mulai menyerang pemerintah dengan
kritikan-kritikan pedas sesuai dengan fungsinya pers harus menjadi kepentingan
publik (public watc dog). Namun
kritikanpedas pers telah menjadi beban yang menjengkelkan bagi pemerintah. Maka
pemerintah memukul balik pers, konflik keduanya menjadi konflik permanen dan
pers dipaksa tunduk di bawah kekuasaan pemerintah. Pemerintah republik
indonesia untuk pertama kali mengeluarkan undang-undang yang membatasi
kemerdekaan pers pada tahun 1948.
Pembatasan
yang dilakukan mencerminkan sikap tidak toleran dikalangan kelompok mmiliter
dan ketidak senangan merekan terhadap kecaman pers nasional, ialah pelanggaran
selama beberapa minggu surat kabar suara rakyat kediri yang mengakibatkan
tutupnya surat kabar tersebut.
3. Pers Pada
Masa Demokrasi Liberal ( 1949 -1959)
Di
era demokrat Liberal, terjadi perkembangan politik yang dinamis. Pada masa ini
praktik sistem yang di gunakan yaitu parlementer. Pada tahun 1946 pemerintah mulai
membina hubungan dengan pers dengan merancang aturan-aturan tetapi karena masih
mendapat gangguan Belanda maka RUU ini tidak terlaksana, baru pada tahun 1949 Indonesia
mendapat kedaulatan pembenahan dibidang pers dilanjutkan kembali dan pers yang
ada di desa dan kota bersatu kembali. Komite Nasional Pusat melakukan sidang
pleno VI di Yogya pada tanggal 7 Desember 1949, yang pada dasarnya permerintah
RI memperjuangkan pelaksanaan kebebasan pers nasional, yang mencakup
perlindungan pers, pemberian fasilitas yang dibutuhkan pers & mengakui
kantor berita Antara sebagai kantor beritanasional yang patut memperoleh
fasilitas dan perlindungan. 15 Maret 1950 dibentuk panitia pers dan penyediaan
bahanbahan dan halaman pers ditambah serta diberi kesempatan untuk memperdalam
jurnalistik sehingga iklim pers saat ini tumbuh dengan baik terbukti dengan
bertambahnya surat kabar berbahasa Indonesia, Cina dan Belanda dari 70 menjadi
101 buah dalam kurun waktu 4 tahun setelah 1949.
Untuk
menangani masalah-masalah pers, pemerintah membentuk dewan pers pada 17 Maret
1950. Dewan pers tersebut terdiri dari orang-orang persuratkabaran, cendikiawan
dan pejabat-pejabat pemerintah. Dewan ini memiliki tugas :
1) Penggantian
undang-undang pers kolonial.
2) Pemberian dasar
sosial ekonomi yang lebih kuat kepada pers indonesia.
3) Meningkatkan
mutu jurnalisme Indonesia.
4) Pengaturan yang
memadai tentang kedudukan sosial dan hukum bagi wartawan indonesia
4. Perkembangan Pers Pada Era Demokrasi
Terpimpin (1959-1966)
Dikeluarkannya Dekrit
presiden memulai era baru yang oleh Soekarano di sebut Demokrasi Terpimpin.
Akibat adanya pemberontakan di daerah maupun konfrontasi dan sengketa dengan
negara lain , pemerintah menetapkan keadaan darurat, sepuluh hari setelah
Dekrit pemerintah mulai melakukan tindakan penekanan terhadap Pers dan terus
berlanjut.
Era ini kebijakan pemerintah
berpedoman pada peraturan penguasa perang tertinggi (peperti) No.10/1960 &
penpres No.6/1963 yang menegaskan kembali perlunya izin tertib bagi setiap
surat kabar & majalah dan pada tanggal 24 Februari 1965 pemerintah
melakukan pembredelan secara masal ada 28 surat kabar di Jakarta dan daerah
dilarang tertib serentak. Memasuki 1964 kondisi kebebasan pers berada dalam
keadaan yang sangat buruk, kementrian penerangan dan badan-badannya mengontrol
semua kegiatan pers. Penekanan-penekana terhadap pers bertambah buruk setelah
meningkatnya ketegangan dalam tubuh pemerintah.
5. Perkembangan
Pers Pada Era Orde Baru (1966-1998)
Di awal pemerintahan orde baru
Soeharto menyatakan bahwa akan membuang jauh-jauh praktik demokrasi terpimpin
dan menggantinya dengan demokrasi pancasila.
Pada masa ini pembredelan dan
pengekangan terhadap pers semakin parah tercatat ada 102 kali pembredelan yaitu
tahun 1972 50x, tahun 1972 40x, serta 12 penerbitan dibredel. Terkait peristiwa “ Malari “ tanggal 15 Januari 1974 yang menjadi
awal titik balik indonesia karena adanya kritik dari berbagai kalangan terutama
Pers terhadap praktik pemerintah yang cenderung korupselain itu protes juga
dilakukan untuk mengkritisi kebijakan pembangunan pemerintah yang dirasa terllu
bergantung pada negara asing.
Pada saat itu Departemen penerangan
seolah-olah menjadi pengawas di Indonesia yang mengharuskan SIT atau SIUPP bagi
setiap surat kabar yang ada. Koran Detik, Tempo dan Editor menjadi fenomena
terakhir dari sejarah pers yang dibredel yaitu tahun 1994. Masa-masa
selanjutnya menjadi masa yang suram bagi Pers karena pemerintah melarang pers
untuk tidak mengganggu stabilitas kekuasaan hingga berakhirnya pemerintahan
Soeharto pada 21 Mei 1998.
6. Perkembangan Pers Pada Era Reformasi
(1998-sekarang)
Pada tanggal 5 Juni 1998, kabinet
reformasi di bawah presiden B.j.Habibie meninjau dan mencabut permenpen
No.01/1984 tentang SIUPP melalui permenpen No.01/1998 kemudian mereformasi UU
pers lama dengan UU yang baru dengan UU No.40 tahun 1999 tentang kemerdekaan
pers dan kebebasan wartawan dalam memilih organisasi pers.
Di dalam undang-undang pers yang
baru, dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga
negara, itu sebabnya tidak lagi di singgung perlu tidaknya surat izin terbit .
Di samping itu ada jaminan pers nasional tidak di kenakan penyensoran,
pemberedelan, dan pelanggaran penyiaran. Di era Reformasi pertanggung jawaban
pers adalah kepada profesi dan hati nurani sebagai insan pers. Pers bebas dari
tindakan pencegahan, pelanggaran, dan penekanan agar hak masyarakat untuk
memperoleh informasi terjamin.
FUNGSI PERS DALAM MASYARAKAT YANG DEMOKRATIS
1.
Sifat Pers
Ideologi atau falsafal yang dianut
setiap negara akan mempengaruhi sifat pers yang ada di negara tersebut. Oleh
sebabitu sifat pers antara satu negara dengan negara yang lainnya berbeda.
2.
Misi Pers
Pers sebetulnya dikenal sebagai lembaga
sosial (social institution). Sebagai
lembaga sosial, pers mempengaruhi pola pikiran dan kehidupan masyarakat, tetapi
sebaliknya masyarakat juga berpengaruh terhadap pers.
Pers sebagai lembaga sosial (lembaga
kemasyarakatan) yang bergerak di bidang pengumpulan dan pnyebaran informasi
mempunyai misi sebagai berikut :
· Ikut
mencerdaskan masyarakat
· Menegakkan
keadilan
· memberantas
kebatilan.
3. Fungsi
Pers
Menurut Mochtar lubis, pers di negara
berkembang memiliki 5 fungsi yaitu :
1. Adalah sebagai “watchdog” atau pemberi
isyarat, pemberi tanda-tanda dini, pembentuk opini dan pengarah agenda ke depan.
2. Fungsi
Pendidik; Memberikan informasi perkembangan ilmu dan teknologi.
3. Fungsi
pemersatu; Yakni memperlemah kecenderungan perpecahan.
4. Fungsi
penghapus mito dan mistik dari kehidupan politik negara berkembang.
5. Fungsi sebagai
forum untuk membicarakan masalah politik yang ada di negara Asia.
Kesimpulan
Kebebasan pers yang sedang kita
nikmati sekarang memunculkan hal-hal yang sebelumnya tidak diperkirakan.
Suara-suara dari pihak pemerintah misalnya, telah menanggapinya dengan
bahasanya yang
khas; kebebasan pers di ndoesia telah di luar kendali. Sementara dari pihak masyarakat, muncul pula reaksi yang
lebih konkert bersifat fisik.
Barangakali, kebebasana pers di
Indonesia telah menghasilkan berbagai ekses. Dan hal itu makin menggejala
tampaknya karena
iklim kebebasan tersebut tidak dengan sigap
diiringi dengan kelengakapan hukumnya. Bahwa kebebasan pers akan memunculkan
kebabasan, itu sebenarnya merupakan sebuah konsekuensi yang wajar. Yang kemudian harus diantisipasi adalah
bagaimana agar sesuatu yang melebihi batas tersebut tidak kemudian diterima sebagai
kewajaran.
GLOBALISASI
Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata
global, yang maknanya ialah universal. Achmad
Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu
(benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa
dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali
sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana
orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau
proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara
di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru
atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi
dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah
proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang
memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini,
globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir.
Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan
negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab,
globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan
berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore
Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada
tahun 1985.
Ciri-ciri Globalisasi
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin
berkembangnya fenomena globalisasi di dunia
· Perubahan dalam Konstantin ruang dan
waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit,
dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya,
sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan
banyak hal dari budaya yang berbeda.
· Pasar dan produksi ekonomi di
negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari
pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan
multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
· Peningkatan interaksi kultural
melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi
berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan
mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka
ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
· Meningkatnya masalah bersama,
misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional
dan lain-lain.
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini
telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa
dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa
sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah
tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal
sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi.
Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi
sosial.
Globalisasi budaya antara nya
sub-kebudayaan Punk, adalah contoh sebuah kebudayaan yang berkembang
secara global.Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di
masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan
sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang
dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal.
Baik nilai-nilai maupun persepsi
berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam
alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila
disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada
dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran
dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari
kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala
tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi
budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari
persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah
Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini (Lucian W. Pye, 1966).
Namun, perkembangan globalisasi
kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya
teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai
sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi
antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya
perkembangan globalisasi kebudayaan.
·
Dampak
negatif globalisasi yang terlihat/ terdetek; yaitu dampak buruk yang dapat
dihindari sebelum itu terjadi.
·
Dampak
positif globalisasi yang terlihat/ terdetek; yaitu dampak positif/baik yang
dapat diperkirakan sebelum itu terjadi.
Dampak
positif globalisasi antara lain:
·
Mudah
memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
·
Mudah
melakukan komunikasi
·
Cepat
dalam bepergian (mobilitas tinggi)
·
Menumbuhkan
sikap kosmopolitan dan toleran
·
Memacu
untuk meningkatkan kualitas diri
·
Mudah
memenuhi kebutuhan
Dampak negatif globalisasi antara
lain:
·
Informasi
yang tidak tersaring
·
Perilaku
konsumtif
·
Membuat
sikap menutup diri, berpikir sempit
·
Pemborosan
pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
·
Mudah
terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu
Negara.
Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek
yang ada di masyarakat,
termasuk diantaranya aspek budaya.
Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values)
yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga
masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan
dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam
pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari,
bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam
pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan
penemuan seseorang adalah kesenian,
yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya
nilai-nilai
dan budaya
tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture)
telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini
dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke
berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).
Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan
secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi.
Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi
antar bangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antar bangsa lebih mudah
dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi
kebudayaan.
Ciri
berkembangnya globalisasi kebudayaan
· Berkembangnya pertukaran kebudayaan
internasional.
· Penyebaran prinsip multikebudayaan
(multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain
di luar kebudayaannya.
· Persaingan bebas dalam bidang
ekonomi
· Meningkakan interaksi budaya antar
negara melalui perkembangan media massa.
Pengaruh
Globalisasi Terhadap Kebudayaan Indonesia
Pengaruh positif
globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
1.
Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan
secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu
negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya
akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa
rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat
2.
Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar
internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara.
Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang
menunjang kehidupan nasional bangsa.
3.
Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola
berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari
bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada
akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap
bangsa.
Pengaruh
negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
1.
Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa
liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup
kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika
hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
2.
Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta
terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc
Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya
rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa
nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3.
Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan
identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru
budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4.
Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara
yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi.
Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang
dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
No comments:
Post a Comment