Tuesday, 17 February 2015
Makalah Peranan Pers dan Globalisasi
MAKALAH PKN
GLOBALISASI dan PERANAN PERS
Disusun Oleh :
AHMAD IHSAN
XII IPA 1
SMA NEGERI 1 ARJAWINANGUN
Kab. CIREBON
PERANAN PERS DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DEMOKRASI
PENGERTIAN PERS
Dalam kehidupan modern kebutuhanorang akan komunikasi dan informasi semakin meningkat. Informasi dibutuhkan orang untuk memperluas wawasan dan pengetahuan, tidak jarang informasi juga menjadi bahan pertimbangan untuk seseorang untuk mengambil sebuah keputusan. Tidak hanya, itu pers juga dimanfaatkan untuk membentuk opini publik atau mendesakkan kepentingan publik agar di perhatikan oleh penguasa.
PERKEMBANGAN KEHIDUPAN PERS DI INDONESIA
1. Pers Pada Masa Penjajah Belanda dan Jepang
Pada dasarnya penjajahan adalah penindasan terhadap kehidupan manusia lain. Sehingga pada masa jajahan, enjajah berusaha menindas kehidupan pers. Pemerintah penjajah Belanda mengetahui bahwa pers memiliki pengaruh besar untuk membentuk opini publik. Dalam hal ini penggerakan kemerdekaan indonesia juga menjadikan pers sebagai media menyebarluaskan gagasan kemerdekaan indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah penjajah memandang pelrunya membuat undang-undang untuk membendung pengaruh pers indonesia.
Terhadap pers dikenakan Haatzai artikelen di dalam KUHP. Yaitu pasal-pasal yang memuat ancaman hukuman terhadap siapapun yang mnyebarkan perasaan permusuhan, kebencian serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan Hindia Belanda ( pasal 154 dan 155) dan terhadap sesuatu atau sejumlah kelompok penduduk Hindia Belanda (Pasal 156 dan 157). Dalam praktiknya, pemerintah belanda menerapkan kontrol keras terhadap kalangan pers indonesia. Aturan-aturan yang mengekang di berlakukan secara ketat sehingga para tokoh pers indonesia banyak di hukum penjara atau di kenakan hukuman pembuangan.
Diantara para tokoh pers nasional yang menjadi korban adalah S.K Trimukti yang harus di kurung sehingga harus melahirkan di penjara.
Pada Masa penjajahan jepang, perspun tidak lepas dari tekanan. Pers banyak dipaksa harapan-harapan palsu akan lahirnya kemerdekaan setelah Jepang mengalahkan Belanda. Pemerintah Jepang bahkan memanfaatkan para tokoh nasional indonesia secara culas untuk menbujuk rakyat indonesia agar mendukung kepemimpinan Jepang atas negara-negara Asia. Propaganda yang mengagungkan kemenangan Jepang di sebarluaskan melalui media cetak.
Pemerintah Jepang pada saat itu bersifat fasis memanfaatkan berbagai Instrumen untuk menegakkan kekuasaan pemerintahannya. Sebagaiman praktik fasisme di Eropa segenap bidang kehidupan masyarakat di kerahkan untuk kejayaan negerinya dengan menindas bangsa lain. Menghadapi kenyataan demikian, kalangan pers indonesia banyak yang tetap berjuang ketajaman tulisannya. Sebagian menempuh jalan lain misalkan aktif di oraganisasi keagamaan, pendidika, politik dan lainnya.
2. Pers Masa Revolusi
Kemerdekaan indonesia yang diraih pada 17 Agustus 1945 membawa fajar baru bagi pers di indonesia. Informasi proklamasi Indonesia dapat diketahui di berbagai daerah karena jasa pers indonesia yang telah menyebarluaskan berita tersebut. Setelah berperan dalam pengembangan kesadaran nasional, kali ini pers menunjukan tanggung jawab sosialnya sebagai bagian suatu negara baru yang berdaulat. Pada masa itu pers di sebut pers perjuangan.
Hubungan antara pemerintah Indonesia terjalin baik hal ini tidak lepas dari kerja keras dan perjuangan saling bahu membahu dalam memperjuangkan kmerdekaan indonesia.
Pemerintah memberi bantuan dana terhadap pers sementara pers sendiri aktif menyuarakan langkah-langkah pemerintah untuk membentuk lembaga maupun pengaturan baru sebagai perlengkapan bagi suatu negara. Namun, saat pers mulai menyerang pemerintah dengan kritikan-kritikan pedas sesuai dengan fungsinya pers harus menjadi kepentingan publik (public watc dog). Namun kritikanpedas pers telah menjadi beban yang menjengkelkan bagi pemerintah. Maka pemerintah memukul balik pers, konflik keduanya menjadi konflik permanen dan pers dipaksa tunduk di bawah kekuasaan pemerintah. Pemerintah republik indonesia untuk pertama kali mengeluarkan undang-undang yang membatasi kemerdekaan pers pada tahun 1948.
Pembatasan yang dilakukan mencerminkan sikap tidak toleran dikalangan kelompok mmiliter dan ketidak senangan merekan terhadap kecaman pers nasional, ialah pelanggaran selama beberapa minggu surat kabar suara rakyat kediri yang mengakibatkan tutupnya surat kabar tersebut.
3. Pers Pada Masa Demokrasi Liberal ( 1949 -1959)
Di era demokrat Liberal, terjadi perkembangan politik yang dinamis. Pada masa ini praktik sistem yang di gunakan yaitu parlementer. Pada tahun 1946 pemerintah mulai membina hubungan dengan pers dengan merancang aturan-aturan tetapi karena masih mendapat gangguan Belanda maka RUU ini tidak terlaksana, baru pada tahun 1949 Indonesia mendapat kedaulatan pembenahan dibidang pers dilanjutkan kembali dan pers yang ada di desa dan kota bersatu kembali. Komite Nasional Pusat melakukan sidang pleno VI di Yogya pada tanggal 7 Desember 1949, yang pada dasarnya permerintah RI memperjuangkan pelaksanaan kebebasan pers nasional, yang mencakup perlindungan pers, pemberian fasilitas yang dibutuhkan pers & mengakui kantor berita Antara sebagai kantor beritanasional yang patut memperoleh fasilitas dan perlindungan. 15 Maret 1950 dibentuk panitia pers dan penyediaan bahanbahan dan halaman pers ditambah serta diberi kesempatan untuk memperdalam jurnalistik sehingga iklim pers saat ini tumbuh dengan baik terbukti dengan bertambahnya surat kabar berbahasa Indonesia, Cina dan Belanda dari 70 menjadi 101 buah dalam kurun waktu 4 tahun setelah 1949.
Untuk menangani masalah-masalah pers, pemerintah membentuk dewan pers pada 17 Maret 1950. Dewan pers tersebut terdiri dari orang-orang persuratkabaran, cendikiawan dan pejabat-pejabat pemerintah. Dewan ini memiliki tugas :
1) Penggantian undang-undang pers kolonial.
2) Pemberian dasar sosial ekonomi yang lebih kuat kepada pers indonesia.
3) Meningkatkan mutu jurnalisme Indonesia.
4) Pengaturan yang memadai tentang kedudukan sosial dan hukum bagi wartawan indonesia
4. Perkembangan Pers Pada Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Dikeluarkannya Dekrit presiden memulai era baru yang oleh Soekarano di sebut Demokrasi Terpimpin. Akibat adanya pemberontakan di daerah maupun konfrontasi dan sengketa dengan negara lain , pemerintah menetapkan keadaan darurat, sepuluh hari setelah Dekrit pemerintah mulai melakukan tindakan penekanan terhadap Pers dan terus berlanjut.
Era ini kebijakan pemerintah berpedoman pada peraturan penguasa perang tertinggi (peperti) No.10/1960 & penpres No.6/1963 yang menegaskan kembali perlunya izin tertib bagi setiap surat kabar & majalah dan pada tanggal 24 Februari 1965 pemerintah melakukan pembredelan secara masal ada 28 surat kabar di Jakarta dan daerah dilarang tertib serentak. Memasuki 1964 kondisi kebebasan pers berada dalam keadaan yang sangat buruk, kementrian penerangan dan badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers. Penekanan-penekana terhadap pers bertambah buruk setelah meningkatnya ketegangan dalam tubuh pemerintah.
5. Perkembangan Pers Pada Era Orde Baru (1966-1998)
Di awal pemerintahan orde baru Soeharto menyatakan bahwa akan membuang jauh-jauh praktik demokrasi terpimpin dan menggantinya dengan demokrasi pancasila.
Pada masa ini pembredelan dan pengekangan terhadap pers semakin parah tercatat ada 102 kali pembredelan yaitu tahun 1972 50x, tahun 1972 40x, serta 12 penerbitan dibredel. Terkait peristiwa “ Malari “ tanggal 15 Januari 1974 yang menjadi awal titik balik indonesia karena adanya kritik dari berbagai kalangan terutama Pers terhadap praktik pemerintah yang cenderung korupselain itu protes juga dilakukan untuk mengkritisi kebijakan pembangunan pemerintah yang dirasa terllu bergantung pada negara asing.
Pada saat itu Departemen penerangan seolah-olah menjadi pengawas di Indonesia yang mengharuskan SIT atau SIUPP bagi setiap surat kabar yang ada. Koran Detik, Tempo dan Editor menjadi fenomena terakhir dari sejarah pers yang dibredel yaitu tahun 1994. Masa-masa selanjutnya menjadi masa yang suram bagi Pers karena pemerintah melarang pers untuk tidak mengganggu stabilitas kekuasaan hingga berakhirnya pemerintahan Soeharto pada 21 Mei 1998.
6. Perkembangan Pers Pada Era Reformasi (1998-sekarang)
Pada tanggal 5 Juni 1998, kabinet reformasi di bawah presiden B.j.Habibie meninjau dan mencabut permenpen No.01/1984 tentang SIUPP melalui permenpen No.01/1998 kemudian mereformasi UU pers lama dengan UU yang baru dengan UU No.40 tahun 1999 tentang kemerdekaan pers dan kebebasan wartawan dalam memilih organisasi pers.
Di dalam undang-undang pers yang baru, dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara, itu sebabnya tidak lagi di singgung perlu tidaknya surat izin terbit . Di samping itu ada jaminan pers nasional tidak di kenakan penyensoran, pemberedelan, dan pelanggaran penyiaran. Di era Reformasi pertanggung jawaban pers adalah kepada profesi dan hati nurani sebagai insan pers. Pers bebas dari tindakan pencegahan, pelanggaran, dan penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.
FUNGSI PERS DALAM MASYARAKAT YANG DEMOKRATIS
1. Sifat Pers
Ideologi atau falsafal yang dianut setiap negara akan mempengaruhi sifat pers yang ada di negara tersebut. Oleh sebabitu sifat pers antara satu negara dengan negara yang lainnya berbeda.
2. Misi Pers
Pers sebetulnya dikenal sebagai lembaga sosial (social institution). Sebagai lembaga sosial, pers mempengaruhi pola pikiran dan kehidupan masyarakat, tetapi sebaliknya masyarakat juga berpengaruh terhadap pers.
Pers sebagai lembaga sosial (lembaga kemasyarakatan) yang bergerak di bidang pengumpulan dan pnyebaran informasi mempunyai misi sebagai berikut :
• Ikut mencerdaskan masyarakat
• Menegakkan keadilan
• memberantas kebatilan.
3. Fungsi Pers
Menurut Mochtar lubis, pers di negara berkembang memiliki 5 fungsi yaitu :
1. Adalah sebagai “watchdog” atau pemberi isyarat, pemberi tanda-tanda dini, pembentuk opini dan pengarah agenda ke depan.
2. Fungsi Pendidik; Memberikan informasi perkembangan ilmu dan teknologi.
3. Fungsi pemersatu; Yakni memperlemah kecenderungan perpecahan.
4. Fungsi penghapus mito dan mistik dari kehidupan politik negara berkembang.
5. Fungsi sebagai forum untuk membicarakan masalah politik yang ada di negara Asia.
Kesimpulan
Kebebasan pers yang sedang kita nikmati sekarang memunculkan hal-hal yang sebelumnya tidak diperkirakan. Suara-suara dari pihak pemerintah misalnya, telah menanggapinya dengan bahasanya yang khas; kebebasan pers di ndoesia telah di luar kendali. Sementara dari pihak masyarakat, muncul pula reaksi yang lebih konkert bersifat fisik.
Barangakali, kebebasana pers di Indonesia telah menghasilkan berbagai ekses. Dan hal itu makin menggejala tampaknya karena iklim kebebasan tersebut tidak dengan sigap diiringi dengan kelengakapan hukumnya. Bahwa kebebasan pers akan memunculkan kebabasan, itu sebenarnya merupakan sebuah konsekuensi yang wajar. Yang kemudian harus diantisipasi adalah bagaimana agar sesuatu yang melebihi batas tersebut tidak kemudian diterima sebagai kewajaran.
GLOBALISASI
A. Pengertian Globalisasi
Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Ciri-ciri Globalisasi
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia
• Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
• Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
• Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
• Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial.
Globalisasi budaya antara nya sub-kebudayaan Punk, adalah contoh sebuah kebudayaan yang berkembang secara global.Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal.
Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini (Lucian W. Pye, 1966).
Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.
1. Dampak jangka pendek, yaitu;
• Dampak negatif globalisasi yang terlihat/ terdetek; yaitu dampak buruk yang dapat dihindari sebelum itu terjadi.
• Dampak positif globalisasi yang terlihat/ terdetek; yaitu dampak positif/baik yang dapat diperkirakan sebelum itu terjadi.
2. Dampak jangka panjang, yaitu;
Dampak positif globalisasi antara lain:
• Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
• Mudah melakukan komunikasi
• Cepat dalam bepergian (mobilitas tinggi)
• Menumbuhkan sikap kosmopolitan dan toleran
• Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
• Mudah memenuhi kebutuhan
Dampak negatif globalisasi antara lain:
• Informasi yang tidak tersaring
• Perilaku konsumtif
• Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit
• Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
• Mudah terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu Negara.
B. Pengaruh Globalisasi Terhadap Kebudayaan Nasional
Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).
Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antar bangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antar bangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.
Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan
• Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
• Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
• Berkembangnya turisme dan pariwisata.
• Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
• Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
• Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
• Persaingan bebas dalam bidang ekonomi
• Meningkakan interaksi budaya antar negara melalui perkembangan media massa.
Pengaruh Globalisasi Terhadap Kebudayaan Indonesia
¬Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
1. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat
2. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
3. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.
Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
1. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
Labels:
Makalah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment